A.
PENDAHULUAN
Hadits dan Sunnah, baik secara struktural maupun
fungsional, disepakati oleh mayoritas kaum muslimin dari berbagai madzab Islam,
sebagai sumber ajaran Islam, karena dengan adanya hadits dan sunnah itulah
ajaran Islam menjadi jelas, rinci dan spesifik. Sepanjang sejarahnya, hadits
pada awalnya tidak ditulis, penyampaian dan penyimpanannya masih bersifat oral
(mulut ke mulut), hal tersebut membuat penghafal hadits sangatlah penting untuk
diteliti, karena hadits yang ada sekarang ini berpegangan pada hafalan
sahabat-sahabat nabi. Dalam hal penelitian tersebut, tidaklah berhenti di
thabaqaat sahabat saja, namun harus meneliti perawi-perawi selanjutnya, karena
mereka adalah sebagai jalur sanad yang menyampaikan hadits sampai kepada kita.
Adapun cara kita mengetahui itu semua, kita harus
mengerti dan paham mengenai sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabiin, karena mereka
adalah rantai sanad yang menghubungkan kita dengan nabi. Oleh karena itu dalam
makalah ini, akan dijelaskan mengenai sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in.
B.
PEMBAHASAN
SAHABAT
1.
Ta’rif sahabat
Menurut bahasa al-shahabah adalah
bentuk mashdar yang berarti: al-shuhbah (seorang teman). Sebagian
mengatakan searti dengan kata al-shahabiy, al-shahih, yang banyak
dipakai adalah kata al-shahabah yang berati: al-ashaab.
Menurut istilah, al-shahabah adalah
orang yang pernah bertemu dengan Nabi Muhammad s.a.w. dalam keadaan Islam dan
selanjutnya mati juga dalam keadaan Islam, walaupun pernah murtad. Demikian
menurut pendapat yang shahih.
Adapun menurut Jumhur ahli hadits
ialah:
من لقي النبي مؤمنا به ومات على الاسلام
Artinya:
“Orang
yang bertemu dengan nabi, ia beriman kepadanya dan mati dalam keadaan Islam,
(di masa Nabi masih hidup).
Orang
yang bertemu dengan Nabi saw., namun dia belum memeluk agama Islam, tidak
dipandang sahabat. Karena orang itu masih dipandang musuh. Orang yang semasa
dengan Nabi saw. dan beriman kepadanya tetapi tidak menjumpainya, seperti
An-Najasi (Raja Habsy) atau menjumpai Nabi saw. setelah Nabi saw. wafat, seperti Abu Dzuaib.
Termasuk
sahabat, jika dia tetap dalam keadaan beriman, sehingga dia wafat. Jika dia
murtad sesudah dia dijuluki dengan “sahabt”, hilanglah kesahabatannya, sehingga
dia kembali beriman. Jika dia meninggal dalam kekafiran seperti Abdullah ibn
Jahasy, maka hilanglah kesahabatannya itu.
Ditekankan
oleh Al-Hafidz bahwa pendapat yang paling shahih ialah “shahaby”
hanyalah orang yang berjumpa dengan Nabi saw. dalam kedaan dia beriman, dan
meninggal dalam keadaan Islam, bail dia bergaul lama dengan Nabi saw. atau
tidak, baik dia turut berperang bersama Nabi saw. atau tidak, baik dia dapat
melihat Nabi saw., tetapi tidak semajelis dengan Nabi sa. Atau tidak dapat
melihat Nabi saw. karena buta.
Menurut Utsman
ibn Shalih bahwa yang dikatakan shahaby ialah orang yang menemui masa
Nabi saw., walaupun tidak dapat melihat Nabi saw. dan memeluk Islam semasa Nabi
saw. masih hidup. Al-Jahid berpendapat bahwa shahaby ialah orang yang
berjumpa dengan Nabi saw., lama pula persahabatannya dan juga meriwayatkan
hadits beliau.
2.
Cara untuk
mengetahui sahabat
Untuk bisa mengetahui seseorang yang termasuk
golongan sahabat ialah dengan menggunakan salah satu cara dari lima ketentuan
di bawah ini :
a.
Ditentukan oleh khabar-mutawatir,
seperti penetapan terhadap khulafa’ur-rasyidin dan lain-lainnya.
b.
Ditetapkan oleh khabar-masyhur,
seperti kesahabatan Dlamam bin Tsa’labah dan ‘Ukasyah.
c.
Diberitakan oleh
sahabat yang lain seperti kesahabatan Hamamah bin Hamamah
Ad-Dausy, yang meinggal di Isfahan. Menurut pemberitaan dari Abu Musa
Al-Asy’ary, bahwa Hamamah pernah mendengar hadits dari Nabi saw. hal ini
menjadi bukti, bahwa ia pernah bertemu dengan Nabi Muhammad saw.
d.
Keterangan
seorang tabi’iy yang tsiqah, bahwa yang diterangkan itu adalah seorang
shahaby. Ini berarti bahwa pentazkiyahan (menganggap adil) dari seorang yang
tsiqah, diterima.
e.
Pengakuan
sendiri seorang yang
dianggap adil di zaman Rasulullah saw. pengakuan ini dianggap sah selama tidak
lebih dari seratus tahun dari kewafatan Rasulullah saw. berdasarkan isyarat
Rasulullah saw. dengan demikian, kalau ada orang yang mengaku sebagai sahabat
yang pengakuannya tersebut tidak dapat
diterima.
3.
Keadilan para
sahabat
Kesahabatan
merupakan status mulia yang memberikan keistimewaan kepada pemiliknya, yaitu
bahwa seluruh sahabat menurut Ahlus Sunnah bersifat adil. Ada yang mengatakan,
mereka senantiasa bersifat adil, sampai terjadinya silang pendapat dan pertikaian di antara mereka.
Maka setelah itu, keadilan mereka harus diteliti.
Adapun menurut
Jumhur ulama’ bahwa seluruh sahabat itu adalah adil, baik mereka yang terlibat
fitnah pembunuhan, maupun yang tidak terlibat. Keadilan dalam hal ini, yang
dimaksud adalah keadilan dalam periwayatan hadits, bukan keadilan dalam soal
persaksian.
Sebagian ulama’
yang lain berpendapat, bahwa keadaan sahabat itu tidak berbeda dengan keadaan
orang lain, yakni ada yang adil dan ada pula yang tidak adil. Golongan
Mu’tazilah mengatakan, bahwa seluruh sahabat itu adil selain mereka yang
terlibat pada pembunuhan Khalifah r.a. Imam Nawawi mengatakan, bahwa pendapat
jumhur itu telah menjadi Ijma’. Oleh karena itu, pendapat yang mengharuskan
penyelidikan keadilan sahabat, pendapat yang membedakan apakah terlibat daam
fitnah pembunuhan atau tidak dan lain sebagainya, tidak perlu diperhatikan.
Sebaiknya hendaklah berkhusnu’dhan (berperasangka baik) kepada mereka, agar
terhindar dari dosa.
4.
Sahabat yang
paling banyak meriwayatkan hadits
Ada 6 sahabat
yang tergolong paling banyak meriwayatkan hadits, secara berturut-turut adalah
sebagai berikut:
1)
Abu Hurairah
ra., beliau meriwayatkan 5.374 hadits dan lebih dari 300 perawi yang
meriwayatkan hadits darinya.
2)
Ibnu Umar ra.,
beliau meriwayatkan 2.630 hadits.
3)
Anas bin Malik
ra., beliau meriwayatkan 2.286 hadits.
4)
‘Aisyah Ummu Al-Mu’minin
ra., beliau meriwayatkan 2..210 hadits.
5)
Ibnu ‘Abbas ra.,
beliau meriwayatkan 1.660 hadits.
6)
Jabir bin
Abdullah., beliau meriwayatkan 1.540 hadits.
5.
Sahabat yang
paling banyak fatwanya.
Menurut masyruq,
sahabat yang yang terkenal paling banyak fatwanya ada 7 orang, yakni:
1)
Abdullah bin
Abbas ra.
2)
Umar bin
Al-Khattab ra.
3)
Ali bin Abi
Thalib ra.
4)
Ubay bin Ka’ab
ra.
5)
Zaid bin Tsabit
ra.
6)
Abu Darda’ ra.
7)
Ibnu Mas’ud ra.
6.
Sahabat yang
mendapat gelar Abdullah
Sahabat yang
memiliki nama depan “Abdullah”, sebenarnya berjumlah 300 orang. Di
antara mereka yang benar-benar mendapat gelar Abdullah hanya 4 sahabat,
yakni:
1)
Abdullah bin
Umar ra.
2)
Abdullah bin
Abbas ra.
3)
Abdullah bin
Zubair ra.
4)
Abdullah bin
‘Amr bin Abbas ra.
Keistimewaannya, mereka termasuk ulama sahabat yang
wafatnya belakangan, sehingga ilmunya bisa dipakai sebagai hujjah. Jika mereka
bersepakat tentang sesuatu dalam
fatwanya maka populer dikatakan: ini adalah pendapat Abdillah.
7.
Jumlah sahabat
Diriwayatkan
oleh Al-Bukhary dari Ka’ab ibn Malik bahwa sahabat Rasul berjumlah banyak. Dan
tidak dapat dikumpulkan oleh suatu kitab. Di waktu Rasulullah wafat, sahabat
beliau terdiri atas 144.000 orang. Ada
yang meriwayatkan hadits darinya dan turut berhaji wada’ bersamanya.
Jumlah yang pasti dari banyaknya sahabat masih belum diketahui, namun sebagian
ulama’ berpendapat, lebih dari 100.000 orang. Pendapat yang peling terkenal
adalah sebagaimana pernyataan Abu Zar’ah al-Razy
قبض رسول الله صلى الله عليه وسلم عن مائة ألف وأربعة عشر ألفا من
الصحابة ممن روي عنه وسمع منه
“Rasulullah saw.
wafat dengan meninggalkan 114.000 sahabat yang pernah mendengar dan
meriwayatkan hadits dari beliau”.
8.
Thabaqat
al-shahabah
Al-Hakim
al-Naisabury memerinci pembagian thabaqat al-sahabah berdasarkan
penelitian yang dalam, tentang urutan keislaman dan keikutsertaan mereka dalam
beberapa peperangan. Al-Hakim al-Naisabury membagi mereka menjadi 12 thabaqat.
1)
Thabaqat pertama
adalah kaum yang masuk Islam di Makkah, seperti Abu Bakar, Umar, Utsman dan
Ali.
2)
Thabaqat kedua
adalah para sahabat yang hadir di Dar al-Nadwah. Yakni ketika Umar masuk Islam
dan menampakkan keislamannya, kemudian ia mengajak Rasulullah saw. ke Dar
al-Nadwah, lalu beliau dibai’at oleh sejumlah penduduk Makkah.
3)
Thabaqat ketiga,
para sahabat yang turut berhijrah ke Habasyah.
4)
Thabaqat keempat,
para sahabat yang berbai’at kepada Nabi saw. di ‘Aqabah. Karena itu dipanggil
dengan sebutan Fulanan ‘Aqabi’.
5)
Thabaqat kelima,
para sahabat yang terlibat dalam bai’at di ‘Aqabah kedua yang mayoritasnya dari
Anshar.
6)
Thabaqat keenam
adalah para sahabat yang ikut hijrah ke Madinah di garis terdepan dan mereka
bertemu dengan Rasulullah saw. ketika beliau masih di Quba dan membangun masjid
di sana sebelum masuk ke kota Madinah.
7)
Thabaqat ketujuh
adalah para sahabat yang terlibat dalam
perang Badar.
8)
Thabaqat kedelapan
adalah orang-orang yang berhijrah setelah perang sebelum perdamaian Hudaibah.
9)
Thabaqat kesembilan
adalah para sahabat yang terlibat dalam bai’at al-Ridlwan.
10) Thabaqat kesepuluh adalah para sahabat yang
berhijrah setelah perdamaian Hudaibah dan sebelum penaklukkan kota Makkah. Di
antara mereka adalah Khalid bin al-Walid, Amr bin ‘ash, Abu Hurairah, dan masih
banyak lagi.
11) Thabaqat kesebelas adalah para sahabat yang masuk
Islam ketika peneklukkan kota Makkah.
12) Thabaqat kedua belas adalah anak-anak yang
melihat Rasulullah saw. ketika penaklukkan kota Makkah dan ketika haji wada’
serta kesempatan lain. Mereka semua termasuk sahabat.
Ada sebagian lain yang membagi klasifikasi sahabat secara global
menjadi tiga thabaqat.
a)
Thabaqat sahabat
senior, seperti sepuluh orangsahabat yang dijanjikan masuk surga dan para
pemeluk Islam terdahulu yang satu thabaqat dengan mereka.
b)
Thabaqat sahabat
penengah.
c)
Thabaqat sahabat
junior yang masuk Islam belakangan atau mereka masih kecil pada zaman
Rasulullah saw.
9.
Sahabat yang
paling utama
1)
Para sahabat, tabi’in dan fuqaha’ telah sepakat bahwa
sahabat yang paling utama, secara mutlak, ialah Abu Bakar ash-Shiddiq
ra. Penetapan tersebut, berdasarkan petunjuk-petunjuk beberapa hadits yang
menjelaskan nama beliau, dengan sebutan “ash-shiddiq”. Bahkan Allah sendiri pun
mengabadikan nama beliau dengan nama ash-shiddiq pula.
2)
Kemudian setelah Abu Bakar ra., sahabat yang lebih
utama ialah Amirul Mukminin; Umar bin Khattab ra., Utsman bin Affan ra. dan
Ali bin Abi Thalib ra. Adapun mengenai siapakah yang lebih utama setelah
‘Umar ra. apakah Utsman atau Ali diperselisihkan oleh para Ulama’. Jumhur ‘ulama’
termasuk imam Syafi’I, Ahmad dan Malik, menetapkan Utsman-lah yang lebih utama.
3)
Kemudian sepuluh orang sahabat yang
digembirakan dengan jaminan surga, selain empat khulafaur rasyidin.
4)
Para sahabat
yang mengikuti perang Badar kubra yang mana mereka berjumlah 313 orang.
5)
Para sahabat
yang mengikuti perang Uhud.
6)
Para sahabat
yang menghadiri Bai’atu al-Ridlwan di Hudaibiyah.
7)
Assabiqunal
Awwalun. Yakni orang-orang yang pertama masuk Islam.
10. Sahabat yang pertama-tama masuk Islam
1)
Dari golongan
laki-laki dewasa dan merdeka adalah Abu Bakar ash-Shiddiq ra.
2)
Dari golongan
anak-anak adalah Ali bin Abi Thalib ra.
3)
Dari golongan
perempuan adalah Khadijah ra.
4)
Dari golongan
budak (mawaly) adalah Zaid bin Haritsah.
5)
Dari golongan
hamba sahaya adalah Bilal bin Rabbah ra.
11. Sahabat yang paling akhir wafatnya
Seluruh ulama’
sepakat bahwa sahabat yang paling terakhir wafatnya ialah Abu Thufail Amr
Wasilah al-Laitsy. Demikianlah pendapat Muslim, Al-Mizzy dan ibnu Mandah.
Abu Thufail wafat di Makkah pada tahun 100 H. ada yang mengatakan 102 H. ada
pula yang mengatakan 107 H. dialah sahabat yang wafat paling terakhir di
Makkah.
12. Ulama’ yang
mula-mula menyusun kitab tentang sejarah sahabat
Yang
mula-mula bergerak dalam bidang ini ialah Abu Abdullah al-Bukhary, penyusun
kitab ash-Shahih. Sesudahnya, barulah didikuti beberapa tokoh lain, seperti Ibnu Hibban, Abu
Musa al-Madiny, Abu Nu’aim, al-Askari, Ibnu Abdi al-Barr dan Ibnu al-Atsir.
Kitab beliau inilah yang paling terkenal dalam bidang ini, yang dinamai Usd
al-Ghabah. Sesudah al-Hafidz Ibnu Hajar datang, maka beliau
mengumpulkan segala yang terdapat dalam kitab-kitab terdahulu dalam sebuah
koleksi yang dinamai al-Ishabah. Kitab ini diringkas oleh as-Suyuty
dalam kitab ‘Ain al-Ishabah.
TABI’IY
1. Ta’rif
tabi’iy
Menurut bahasa al-tabi’uun
bentuk jama’ dari kata taabi’iy atau tabi’uun, sedangkata taabi’
bentuk isim fa’il dari kata tabi’a yang berarti: “berjalan di
belakangnya”.
Menurut istilah, tabi’in
adalah orang yang pernah bertemu sahabat dalam keadaan Islam dan wafat juga
dalam keadaan Islam. Sebagian berpendapat, tabi’in adalah orang yang
pernah bergaul dengan sahabat.
Tabi’iy pada asalnya berarti pengikut. Dalam ilmu hadits, tabi’in adalah
seluruh orang Islam yang hanya bertemu dengan sahabat, berguru kepadanya, tidak
bertemu dengan Nabi saw. Dan tidak pula semasa dengan Nabi saw. Seorang dari tabi’in
disebut tabi’iy atau tabi’.
Ibnu Hajar berkata:
التابعي من لقي الصحابي مؤمنا بالاسلام
“tabi’iy
itu orang yang menjumpai shahaby dalam keadaan beriman dan mati dalam
keadaan Islam.”
2.
Tingkatan-tingkatan tabi’in dan faedah mengetahui
tabi’in
Para ulama’ berbeda pendapat dalam
menentukan tingkatan tabi’in, yakni:
1) Imam muslim
membagi menjadi 3 tingkatan.
2) Ibnu Sa’ad
embagi menjadi 4 tingkatan.
3) Al-Hakim membagi
menjadi 15 tingkatan, yang utama di antaranya adalah tabi’in yang pernah
bertemu dengan sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga.
Adapun faedah mengetahui
para tabi’in berguna untuk mengetahui hadits muttashil dan hadits
mursal.
3.
Jumlah tabi’in
dan thabaqat-thabaqatnya
Jumlah tabi’in
tak terhitung, karena setiap yang melihat sahabat masuk dalam kategori tabi’in.
Padahal, Nabi saw. wafat meninggalkan lebih dari seratus ribu sahabat yang
menyebar ke berbagai kawasan dan dilihat oleh beribu-ribu orang.
Adapun
thabaqaatnya tabi’in terdiri dari beberapa tingkat. Al-Hakim an-Naisabury
menjadikan 15 tingkatan untuk tabi’in. Yang terakhir mereka yang bertemu Anas
bin Malik dari kalangan Basrah, warga Kufah yang dengan Abdullah Ibn Abu Aufa,
warga Madinah yang bertemu dengan as-sa’ib ibn Yazid, warga Mesir yang bertemu
dengan Abdullah ibn-Harits ibn al-juz’ dan warga Syam yang bertemu dengan Abu
Umamah al-Bahiliy.
Para imam sependapat bahwa akhir masa tabi’in adalah
tahun 150 H dan tahun 220 H merupakan akhir masa atba’ at-tabi’in.
4.
Tabi’in yang
paling utama serta karya yang paling populer dibidang ilmu tabi’in
Ada beberapa
pendapat ulama’ tentang tabi’in yang paling utama. Pendapat paling masyhur
menyatakan, bahwa Sa’id bin Musayyab adalah tabi’in yang paling utama.
Abu Abdillah Muhammad bin Khatif al-Syairazi menjelaskan:
1)
Ahli Madinah
mengatakan bahwa tabi’in yang utama adalah Sa’id bin Musayyab.
2)
Ahli Kufah
mengatakan Uwais al-Qarny.
3)
Ahli Basrah
mengatakan Hasan al-Bashriy.
Di
kalangan tabi’in wanita adalah Hafsah binti Sirin dan Umarah binti Abdurrahman,
dan yang mendekati keduanya adalah Ummu al-Darda’. Adapun kitab yang paling
populer adalah kitab Ma’rifah al-Tabi’in, karya Abu al-Muthraf bin
Fathis al-Andalusy.
ATBA’
AL-TABI’IN
1.
Ta’rif atba’
al-tabi’in
Berdasarkan
pembahasan yang lalu, dapatlah kita ungkapkan definisi atba’ al-tabi’in
sebagai berikut.
تابع التابعي هو من شافه التابعي مؤمنا بالنبي
صلى الله عليه وسلم
“Tabi’ al-tabi’in adalah orang yang
bermusyafahah dengan tabi’in dalam keadaan beriman kepada Rasulullah saw.”
Al-Hakim
menjelaskan manfaat cabang ilmu hadits ini dengan memberi beberapa contoh.
“Apabila terjadi
kesalahan oleh orang yang tidak mengenal mereka, maka kesalahannya akan besar
apabila ia memasukkan mereka ke dalam thabaqat keempat atau tidak dapat
membedakan sehingga memasukkan sebagian mereka sebagai tabi’in. Rasulullah saw.
telah menyebut-nyebut mereka, inilah posisi atba’ al-tabi’i. Rasulullah
saw. menempatkan mereka sebagai manusia terbaik setelah sahabat dan tabi’in
yang terpilih. Mereka adalah thabaqaat ketiga setelah Nabi saw. di tengah
–tengah mereka terdapat sejumlah imam umat Islam dan para fuqaha’ seperti:
Malik bin Anas al-Ashbahi, Abdurrahman bin Amr al-Auza’i, dan lain-lain.
2.
Sumber untuk
mengetahui atba’ al-tabi’in
Di antara sumber
untuk mengetahui para rawi dari kalangan tabi’in dan atba’ al-tabi’in adalah
kitab-kitab yang disusun berdasarkan thabaqaat, seperti thabaqaat Ibn Sa’d,
thabaqaat khalifah bin khayyath,
al-tsiqah karya al-Dzahabi, dan Tadzkiraat al-huffadz karya al-Dzahabi.
C.
KESIMPULAN
1.
al-shahabah adalah
orang yang pernah bertemu dengan Nabi Muhammad s.a.w. dalam keadaan Islam dan
selanjutnya mati juga dalam keadaan Islam, walaupun pernah murtad. Demikian
menurut pendapat yang shahih.
2.
tabi’in adalah orang yang pernah bertemu sahabat dalam keadaan Islam
dan wafat juga dalam keadaan Islam. Sebagian berpendapat, tabi’in adalah
orang yang pernah bergaul dengan sahabat.
3.
Tabi’ al-tabi’in
adalah orang yang bermusyafahah dengan tabi’in dalam keadaan beriman kepada Rasulullah
saw.
DAFTAR PUSTAKA